WELCOME TO MY BLOG

Sabtu, 02 Januari 2010

Peran BPK dalam Mengatasi Kerugian Negara

Oleh : Andryan, SH

Dalam praktek ketatanegaraan di berbagai negara dewasa ini, selalu ada lembaga yang khusus menangani masalah keuangan negara.

Hal ini terkait berbagai aspek keuangan negara dan tanggung jawab pengelolaannya serta persoalan kewenangan kelembagaan keuangan negara. Di Indonesia, lembaga yang terkait dengan itu dikenal dalam konstitusi kita yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Lembaga ini secara struktural dapat memeriksa hal keuangan semua lembaga-lembaga negara dan daerah. Bahkan, ujung pangkal terungkapnya berbagai kasus penyalahgunaan keuangan negara yang berujung pada tindakan korupsi oleh para pejabat negara ada di tangan BPK disamping juga adanya inisiatif KPK.

Dalam UUD 1945, BPK termaktub dalam Pasal 23E ayat (1), "Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang pengelolaan keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri". BPK secara umum mempunyai posisi yang strategis dan kewenangan yang mutlak mengenai masalah keuangan negara. Bahkan, sejak awal kemerdekaan hingga terjadinya proses amandemen terhadap UUD 1945 tidak serta merta menggoyahkan kedudukan BPK dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. BPK sebagai lembaga tinggi negara yang dapat dikatakan sebagai lembaga Examinatif, kedudukannya sejajar dengan Lembaga tinggi lainnya seperti, Eksekutif (Presiden), Legislatif (MPR, DPR, DPD), Yudikatif (MA dan MK). Oleh sebabnya, meskipun tidak sepopuler lembaga politis lainnya, tapi peran BPK dalam masalah keuangan negara merupakan kunci sentral terhadap pengelolaan dan tanggungjawab lembaga-lembaga negara lainnya dalam masalah keuangan.

Berbicara masalah keuangan negara baik yang bersumber dalam APBN maupun APBD, tentu berkaitan erat dengan kelangsungan pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara. Terlebih lagi masalah keuangan negara sangat berperan dalam mensejahterakan warga negara. Apabila pengelolaan negara dapat berjalan efektif serta efesien dan dikelola dengan baik, maka kesejahteraan rakyat dapat segera tercapai. Akan tetapi, bilamana pengelolaan negara hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu dan terlebih tidak dikelola dengan professional, maka sudah barang tentulah kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara dapat terhambat, juga tanggung jawab negara terhadap warga negara dapat terbengkalai. Untuk itu, maka sangat urgen peran serta BPK dalam melaksanakan fungsinya yakni sebagai lembaga pemeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Peran BPK

Secara konstitusional BPK diatur dalam UUD 1945 Pasal 23 E dan diperkuat dengan dikeluarkannya UU no.15 Tahun 2006 tentang BPK. Pada Pasal 6 menyatakan bahwa BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Dalam ketentuan itu, maka peran BPK sangat membantu dalam menanggulangi kerugian negara akibat pengelolaan keuangan oleh lembaga-lembaga negara kurang baik. Lingkup pemeriksaan yang menjadi tugas BPK meliputi; pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara, dan pemeriksaan atas tanggung jawab mengenai keuangan negara. Pemeriksaan tersebut mencakup seluruh unsur keuangan negara sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 2 UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Oleh karena kewenangan pemeriksaan keuangan negara oleh BPK sangat luas dan tidak hanya mencakup keuangan dalam APBN saja, maka wajar apabila kedudukan BPK secara lembaga konstitusional bersifat independen.

Pemeriksaan keuangan negara oleh BPK juga dikaitkan oleh objek pemeriksaan pertanggungjawaban hasil pemeriksaan yang lebih luas dan melebar. BPK juga diharuskan menyampaikan hasil pemeriksaannya kepada DPR, DPD dan DPRD sesuai dengan kewenangan masing-masing. Bahkan, dalam hal hasil pemeriksaan itu mengindikasikan perlunya penyelidikan dan penyidikan diproses secara hukum oleh lembaga penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan, KPK). Lembaga penegak hukum inilah yang dimaksud oleh Pasal 23E UUD 1945 dengan istilah "badan sesuai dengan undang-undang" dalam rumusan ayat (3) "Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang".

Tantangan BPK

Terlepas dari peran BPK, kini lembaga Examinatif ini dihadapi oleh masalah keuangan negara yang cukup pelik. Hal ini menyangkut pengelolaan APBN, bahkan dalam penyerahan ikhtiar hasil pemeriksaan semester (IHPS) I tahun anggaran 2009 kepada DPR dinyatakan "kerugian negara yang dipantau pada semester I tahun 2009 senilai Rp.4,5 triliun, 46, 9 juta dolar AS dan sejumlah Valuta Asing lainnya dengan tingkat penyelesaian hampir 40 persen senilai Rp.1,14 triliun dan 40,7 juta dolar AS" (Harian Analisa, 16 September 2009). Cukup mengejutkan kita dalam pengelolaan keuangan negara yang dalam pernyataan itu disampaikan oleh mantan ketua BPK Anwar Nasution.

Tidak hanya itu dalam kesempatannya, bahwa BPK hingga semester I 2009 saja pihaknya telah menyampaikan 223 kasus berindikasi pidana senilai Rp.30,5 triliun dan 470 juta dolar AS kepada pihak berwenang yang dalam hal ini kepada pihak penegak hukum yakni KPK, Kejaksaan, serta kepolisian, dan hasilnya hanya 132 kasus saja yang telah masuk dalam proses peradilan. Dengan rincian, untuk tahap penyelidikan 20 kasus, penyidikan 15 kasus, penuntutan 8 kasus, putusan 37 kasus, yang dihentikan 10 kasus, dan dilimpahkan kepada kejaksaan tinggi atau BPK sebanyak 42 kasus. Sementara itu, pada IHPS I 2009, BPK memeriksa 491 lembaga, baik pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan BUMN dan perusahaan daerah. Total asset dalam pemeriksaan oleh BPK tersebut mencapai Rp.1.700 triliun dan ekuitas sebesar Rp.761 triliun.

Itulah hasil dari kinerja BPK dalam kurun waktu semester I tahun 2009 saja. Bisa dibayangkan bagaimana untuk tahun-tahun sebelumnya, sudah barang tentu temuan terhadap kerugian negara bisa mencapai dari pada yang kita bayangkan sebelumnya. Menyikapi hasil kinerja BPK tersebut, kita berharap bahwa BPK tidak hanya membuat laporan mengenai hasil kerugian negara, tetapi dari pada itu BPK harus secara optimal meningkatkan kinerjanya agar kerugian negara dari hasil pengelolaan keuangan negara terhadap lembaga-lembaga negara dapat diminimalisir bahkan jika mampu dapat menekan kerugian kerugian yang menghambat kemajuan dan kesejahteraan rakyat tersebut.

Penyelesaian Kerugian Negara

Untuk menghindari terjadinya kerugian keuangan negara/daerah akibat tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang, dalam UU No.1 Tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara diatur ketentuan mengenai penyelesaian kerugian negara/daerah. Oleh karena itu, dalam ketentuan UU tersebut menegaskan bahwa setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus diganti oleh pihak yang bersalah. Dengan penyelesaian kerugian tersebut negara/daerah dapat dipulihkan dari kerugian yang telah terjadi

Kemudian untuk menjamin pelaksanaan pembayaran ganti kerugian, BPK berwenang memantau ; a. penyelesaian ganti kerugian negara/daerah yang ditetapkan oleh pemerintah terhadap pegawai negeri bukan bendahara dan pejabat lain; b. pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah kepada bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara yang telah ditetapkan oleh BPK; dan c. pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah yang ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Kini, dalam masa kepemimpinan anggota BPK yang baru diharapkan dapat menunjukkan kinerja dan integritas sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi. Terlebih lagi dalam menghadapi masalah audit terhadap kasus kontroversial Bank Century, BPK tidak mendapat tekanan yang bermuatan politis oleh berbagai pihak agar publik dapat melihat bagaimana pengelolaan keuangan negara dapat berjalan secara efektif dan dapat mengatasi kerugian negara akibat tindakan korupsi. Semoga.!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar