WELCOME TO MY BLOG

Rabu, 14 Oktober 2009

10 Peristiwa Penting Pemberantasan Korupsi

1. Akbar Tandjung Bebas


Tahun 2004 dibuka dengan tamparan bagi agenda pemberantasan korupsi. 12 Februari 2004, putusan kasasi Mahkamah Agung membebaskan Akbar Tandjung, terdakwa korupsi dana Bulog Rp40 miliar. Putusan MA tidak bulat karena ada dissenting opinion dari anggota majelis hakim agung, Abdul Rahman Saleh.


Sebelumnya, dalam putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, Ketua DPR 1999-2004 itu dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Hal diatas, ditambah berbagai kejanggalan yang terjadi dalam persidangan dan seputar kasus itu tak pelak membuat putusan kasasi MA ini menuai kontroversi.


2. Pengadilan khusus korupsi


2004 adalah tahun kelahiran pengadilan korupsi. Pengadilan ‘khusus’ yang bersubordinasi dibawah pengadilan negeri ini akan menjadi tumpuan terakhir untuk menghukum para koruptor dan memberantas korupsi. Untuk melengkapi keberadaan pengadilan tersebut, sejumlah infrastruktur dan SDM disiapkan oleh berbagai pihak.


Mahkamah Agung melakukan berbagai uji kepatutan dan kelayakan untuk memilih hakim pengadilan korupsi. Hasilnya, terpilih sembilan hakim ad hoc dan enam hakim karir pengadilan khusus korupsi. Dari nama-nama hakim yang terpilih, sejumlah pihak meragukan kualitas dan integritas mereka. Tapi, siapa tahu kualitas dan integritas mereka akan terbukti sejalan dengan mulainya pengadilan menyidangkan perkara-perkara korupsi.


3. Perkara Abdullah Puteh


Nasib Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Abdullah Puteh memang sebuah ironi. Di kala ‘negeri’nya diluluhlantakkan gelombang tsunami, ia justru duduk sebagai terdakwa korupsi. Puteh harus mempertanggungjawabkan pembelian dua buah helikopter MI-2 senilai Rp12 miliar di hadapan pengadilan korupsi. Persidangan perkara Puteh 27 Desember 2004 adalah perkara perdana yang disidang di pengadilan khusus korupsi.


Sebelum akhirnya disidangkan, Puteh sempat melakukan berbagai upaya hukum. Diantaranya dengan mengajukan praperadilan, rencana menggugat ke PTUN, sampai pengajuan permohonan judicial review terhadap UU No.30/2002 tentang Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Bram Manoppo--Presdir PT Putra Pobiagan Mandiri-- yang diperiksa KPK dalam perkara yang sama.


4. Inpres Percepatan Pemberantasan Korupsi


Langkah konkret Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memerangi korupsi baru terlihat sebatas menandatangani Inpres No.5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Langkah ini menambah serangkaian perangkat perundang-undangan yang bertema pemberantasan korupsi. Penandatanganan Inpres tersebut bertepatan dengan hari anti korupsi sedunia 9 Desember lalu dan pencanangan Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi oleh pemerintah.


5. SP3 Kasus Korupsi akan Dikaji Ulang


Sejak Abdul Rahman Saleh ditunjuk sebagai Jaksa Agung Kabinet Indonesia Bersatu, ‘obral’ Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) mungkin tidak akan terjadi lagi. Tak lama setelah berkantor di Gedung Bundar, Abdul Rahman mengisyaratkan akan meninjau kembali sejumlah SP3 yang dikeluarkan sebelum ini. Yang pasti, pemberian SP3 kasus korupsi BLBI yang melibatkan Sjamsul Nursalim dan kasus korupsi Technical Assistance Contract (TAC) Ginandjar Kartasasmita akan dikaji ulang.


6. Pemindahan koruptor ke Nusakambangan


Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin membuat gebrakan dengan memindahkan narapidana kasus korupsi ke Nusakambangan. Mereka yang dipindahkan adalah terpidana yang dijatuhi vonis lebih dari 10 tahun. Saat ini sudah ada delapan narapidana kasus korupsi yang mendekam di LP Batu, LP Kembang Kuning dan LP Permisan, di Nusakambangan, Cilacap. Nama-nama narapidana yang sudah di- Nusakambang-kan adalah Pande Lubis, Lintong Siringoringo, Dedi Abdul Kadir, Pratomo, Duriani, Syaiful Bahri Ismail, Iwan Zulkarnaen dan Asriadi.


7. 43 Anggota DPRD Sumatera Barat Divonis Dua Tahun


Pertengahan 2004, tiga pimpinan dan 40 orang anggota DPRD Sumatera Barat divonis bersalah akibat menyelewengkan dana APBD tahun 2002. Ke-43 terpidana tersebut juga dikait-kaitkan dengan 807 tiket fiktif yang berbau praktik korupsi. Kasus korupsi senilai Rp.10,4 miliar tersebut mengakibatkan tiga pimpinan DPRD dihukum 2 tahun 3 bulan penjara. Sementara untuk anggota DPRD divonis dua tahun. Mereka juga didenda Rp.100 juta subsider dua tahun kurungan.


Keberanian majelis hakim yang diketuai Bustamui Nusyirwan dalam menjatuhkan vonis terhadap 43 anggota DPRD Sumbar merupakan angin segar dalam pemberantasan korupsi. Kini, kelanjutan kasus ini sedang berada di tingkat banding.


8. Terkuaknya korupsi pejabat di daerah


Satu demi satu, dugaan korupsi pejabat daerah mulai terkuak. Menyusul Gubernur NAD Abdullah Puteh yang berstatus terdakwa korupsi, Gubernur Banten Djoko Munandar, Gubernur Sumatera Barat Zainal Bakar, dan Gubernur Nusa Tenggara Barat Lalu Serinata, kini tengah diperiksa atas dugaan korupsi. Tak ketinggalan, sekarang giliran para bupati yang menjadi bawahan gubernur diperksa untuk hal yang sama. Tercatat Bupati Muna, Ketapang, Banyuwangi, Sukabumi, Blitar, Karawang, Klaten, Nias, Tobasa, Berau, tengah menjalani pemeriksaan dugaan korupsi. Kebanyakan, para bupati itu terlibat dugaan penyalahgunaan dana APBD. Untunglah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terbilang cepat dalam merespon persoalan ini dengan memberikan surat izin pemeriksaan terhadap para bupati dan gubernur. Tinggal menunggu, apakah sederet tersangka korupsi ini akan disidangkan pada 2005?


9. Gratifikasi dan Parsel


Niat baik KPK untuk melarang pejabat menerima parsel pada hari raya--yang tergolong gratifikasi--malah menuai kontroversi. Langkah KPK tersebut mendapat protes dari pengusaha parsel yang menganggap larangan KPK sama artinya mematikan periuk nasi mereka. Untuk pelaporan gratifikasi yang diatur dalam UU No.30/2002, sepanjang 2004 KPK hanya menerima laporan dari satu orang pejabat. Gubernur Kalimantan Tengah Aswani Gani melaporkan ke KPK hadiah ulang tahun senilai Rp20 juta. Tapi, karena KPK belum memiliki standar yang jelas tentang pengembalian gratifikasi, akhirnya uang itu diputuskan untuk dikembalikan ke tangan sang gubernur. Tidak jelas, apakah benar hanya satu—dari ratusan pejabat di Indonesia--yang menerima gratifikasi? Ataukah mereka tidak peduli pada ancaman pidana dalam UU No.30/2002.


10. Indonesia Negara Terkorup ke-5


Di tahun 2004, peringkat Indonesia naik satu tingkat sebagai negara terkorup ke -5 dari 146 negara. Di tahun sebelumnya, dalam survei Transparency Indonesia ini, Indonesia menduduki posisi ke-6. Sebenarnya, nilai indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia mengalami sedikit peningkatan dibanding tiga tahun terakhir. Tapi, nilai tersebut tidak signifikan jika dibandingkan dengan nilai negara-negara lain yang berhasil menaikkan IPK-nya dalam memberantas korupsi. Karena itulah, posisi Indonesia hanya terdongkrak satu peringkat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar