WELCOME TO MY BLOG

Sabtu, 24 Oktober 2009

Nama Penemu Benda-Benda Penting di Seluruh Dunia

Penemu Mesin uap Adalah James Watt Berasal dari Negara Inggris
Penemu Mesin 4 tak Adalah Nicolaus Otto Berasal dari Negara Jerman
Penemu Mesin diesel Adalah Rudolf Diesel Berasal dari Negara Jerman
Penemu Mesin cetak Adalah Johannes Guttenberg Berasal dari Negara Jerman
Penemu Mesin ketik Adalah Christopher Sholes Berasal dari Negara Amerika
Penemu Radio Adalah C. Marconi Berasal dari Negara Italia
Penemu Televisi Adalah J.L. Baird & C.F. Jenkins Berasal dari Negara Amerika
Penemu Telegrap Adalah Samuel F.B. Morse Berasal dari Negara Amerika Serikat
Penemu Telepon Adalah Alexander Graham Bell Berasal dari Negara Amerika Serikat (Versi Lama)
Penemu Telepon Adalah Antonio Meucci Berasal dari Negara Italia (Versi Baru)
Penemu Dinamo Adalah Michael Faraday Berasal dari Negara Inggris
Penemu Elektromagnet Adalah Williarn Sturgeon Berasal dari Negara Inggris
Penemu Bola lampu Adalah Thomas Alva Edison Berasal dari Negara Amerika Serikat
Penemu Proyektor film Adalah Thomas Alva Edison Berasal dari Negara Amerika Serikat
Penemu Piringan hitam Adalah Alexander Graham Bell Berasal dari Negara Amerika Serikat
Penemu Batu baterai Adalah Volta Berasal dari Negara Italia
Penemu Termometer Adalah Galileo Galilei Berasal dari Negara Italia
Penemu Korek api Adalah Robert Boyle, John Walker Berasal dari Negara
Penemu Kapal api Adalah Robert Fulton Berasal dari Negara Amerika Serikat
Penemu Kapal selam Adalah Cornelius van Drebbel Berasal dari Negara Belanda
Penemu Sinar Rontgen Adalah Wilhelm Conrad Rontgen Berasal dari Negara Jerman
Penemu Stetoskop Adalah Rene Laennec Berasal dari Negara
Penemu Lensa Adalah Anthony Van Leuwenhook Berasal dari Negara Belanda
Penemu Mikroskop Adalah Zacharias Janssen Berasal dari Negara
Penemu Teleskop Adalah H. Lippershey Berasal dari Negara
Penemu Kamera Adalah Louis Jacques Monde da Guerre & Edwin Land Berasal dari Negara Amerika
Penemu Pesawat terbang Adalah Wilbur dan 0. Wright Berasal dari Negara Amerika
Penemu Kereta api Adalah Murdocks Berasal dari Negara Inggris
Penemu Sepeda Adalah Civrac Berasal dari Negara Prancis
Penemu Balon terbang Adalah Sir F. Whittle Berasal dari Negara
Penemu Balon karet Adalah Josep dan J. Montgolfier Berasal dari Negara
Penemu Ban karet Adalah Charles Goodyear Berasal dari Negara Amerika
Penemu Barometer Adalah Evangelista, Torricelli Berasal dari Negara Italia
Penemu Dinamit Adalah Alfred Nobel Berasal dari Negara Swedia
Penemu Lensa kaca mata Adalah Benyamin Franklin Berasal dari Negara
Penemu Mesin hitung Adalah Blaise Pascal Berasal dari Negara Prancis
Penemu Mobil Adalah Gottlich Daimler Berasal dari Negara
Penemu Motor Adalah Nikola Tesla Berasal dari Negara
Penemu Tank Adalah Sir Ernest Swinton Berasal dari Negara Inggris
Penemu Traktor Adalah Benyamin Holt Berasal dari Negara
Penemu Tangga jalan Adalah Elis G. Otis Berasal dari Negara
Penemu Kawat pijar Adalah Irving Langmuir Berasal dari Negara Read More..

Tantangan Profesi Auditor Internal dalam Penerapan Good Governance


Disampaikan Oleh: Bp. Akhmad Syahroza
dalam Seminar AAI

"I am worried that the term ‘corporate governance’ itself has become highly fashionable and is, therefore, likely to become devalued rapidly by overuse. It is today’s hot topic……in 1995 the phrase corporate governance was not in common use. Now you cannot avoid it, and it is danger of being seen as the silver-bullet answer to all public and private policy and strategic problems. Inevitable it is not a universal panacea and it may eventually be thrown aside…"(Bob Garrat, 2003 - founder member of the Commonwealth Association for Corporate Governance)

Pengantar
Governance secara sederhana dapat dikatakan sebagai suatu cara atau metode bagaimana membuat alokasi sumber daya organisasi secara efisien dan efektif dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Secara sederhana juga dapat dikatakan bahwa Outcome Governance sebuah organisasi dapat dikatakan memberikan nilai tambah berarti apabila organisasi tersebut menunjukkan peningkatan kinerja, konflik kepentingan berhasil di tekan pada level yang minimal, dan harmonisasi para pengambil keputusan berjalan dengan baik serta sumber daya organisasi dialokasikan secara efisien dan efektif. Outcome governance diatas dapat dicapai apabila proses governancenya memiliki pencapaian ukuran parameter yang kompetitif, yaitu: kompetensi, keselarasan, komitmen, dan biaya (4C: competence, congruence, commitment, and cost). Disamping ukuran parameternya, praktek-praktek governance harus selalu bernafaskan jiwa transparansi, akuntabilitas, dan berkeadilan serta memiliki struktur dan mekanisme governance yang handal.

Berdasarkan teori organisasi, governance akan berjalan sesuai dengan target yang diinginkan apabila instrumen-instrumen governance proses terus di tumbuh kembangkan sesuai dengan dinamika lingkungan demi mencapai tujuan yang dinginkan. Pertama, Peraturan Perundang-undangan perlu terus diperkuat agar supaya pemakaian sumber daya bisa secara terus menerus dikelola secara efisien dan efektif, lingkungan organisasi bisa dikendalikan dan terkendali untuk memberikan nilai tambah bagi pencapaian tujuan organisasi. Untuk itu tujuan organisasi harus ditentukan terlebih dahulu sehingga adanya kesamaan persepsi terhadap tujuan bersama para pihak yang berkepentingan, alokasi sumber daya organisasi memiliki arah yang jelas sehingga efesiensi dan efektifitas dapat terukur dan terkendali.

Kedua, dalam sebuah organisasi apakah sebuah organisasi publik ataupun privat harus ada pemisahan fungsi yang tegas antara wewenang, tugas, dan tanggungjawab antara pihak yang menjalankan dengan pihak yang mengawasi. Fungsi kedua pihak ini harus selalu terjaga secara seimbang dan kuat serta efektif. Pemisahan fungsi ini dimaksudkan agar supaya pengelolaan sumber daya organisasi berjalan secara sehat. Ketiga, dalam sebuah organisasi akan selalu ada beraneka sikap, tingkah laku, dan kepentingan individual atau kelompok dimana seringkali berbagai tujuan ini tidak konsisten dengan tujuan bersama organisasi. Untuk itu, pengembangan Praktek-Praktek Good Governance akan banyak menghadapi kendala dan tantangan sehingga sistim dan prosedur, peraturan, dan kebijakan Organisasi yang ada harus selalu disesuaikan dan disempurnakan agar supaya fit-in dengan kondisi organisasi. Dengan kata lain, governance sistim itu bersifat dinamis, responsif, dan adaptif. Perangkat Kebijakan Governance yang dikembangkan harus bisa mengadopsi berbagai kepentingan tersebut dengan tetap mengedepankan tujuan organisasi.

Dalam kontek Governance untuk Manajemen Pengeluaran Publik, payung hukum Governancenya secara jelas telah memiliki peraturan perundang-undangan yang kuat. Berdasarkan Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 6 ayat 1 dinyatakan bahwa Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan Pemerintahan. Dengan demikian maka Presiden sebagai Kepala Pemerintahan (eksekutif) memiliki dan memegang kekuasaan yang besar untuk ‘mengembangkan dan menjaga’ governance atas manajemen anggaran pengeluaran, bagaimana membuat alokasi anggaran pengeluaran kepada publik secara efisien dan efektifitas. Sistim Anggaran yang ada saat ini telah di dukung oleh berbagai peraturan baik Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, maupun Peraturan Menteri dan Surat Edaran Menteri.

Dewan Direksi sebagai Decision Management. Peraturan perundang-undangan yang ada baik bagi Perusahaan Publik maupun BUMN secara konseptual telah menyatakan bahwa rencana anggaran harus disusun berdasarkan rencana kerja. Artinya adanya keterkaitan antara anggaran dengan strategic planning. Namun demikian proses penyusunan anggaran sejak perencanaan sampai dengan pelaporan masih memiliki berbagai kelemahan atas governancenya. Kelemahan utama dalam sistim anggaran adalah masih belum bekerjanya mekanisme pengendalian internal dan eksternal. Sebagai akibatnya, misalnya: (1) ketidak efisienan dan efektifan anggaran masih relatif tinggi, dan (2) distorsi ‘mismatch’ antara strategic planning dengan program kerja dan anggaran masih relatif tinggi. Kedua hal ini merupakan masalah klasik yang terus kita upayakan penyelesaiannya.

Apabila dicermati secara baik maka faktor-faktor penyebab kedua hal tersebut diatas adalah sebagai berikut. Pertama, keterlibatan aparat pengawas internal untuk menjaga akuntabilitas dan kredibilitas atas sistim anggaran masih belum berjalan sebagaimana mestinya. Kedua, belum jelasnya siapa, apa, bagaimana, dan dimana mekanisme pengendalian internal atas sistim anggaran ada ‘exist’ demi menjaga substansi anggaran berjalan sebagaimana mestinya. Ketiga, transparansi dalam sistim anggaran masih sangat terbatas sekali dimana transparansi baru ada dalam tahapan pelaporan yaitu laporan keuangan hasil audit Kantor Akuntan Publik. Keempat parameter governance sistim anggaran seperti competence, congruence, commitment, dan cost belum menjadi kebutuhan yang harus ditegakkan pada semua proses pengendalian yang berkelanjutan ‘continious control’ pada semua tahapan dalam sistim anggaran dan adanya ‘feedback control’.

Dewan Komisaris sebagai Decision Control. Pihak komisaris merupakan pihak yang bertanggungjawab untuk memonitor sistim anggaran. Dewan Komisaris harus menilai apakah program-program kerja yang diajukan oleh Dewan Direksi telah sesuai/konsisten dengan Visi/Misi Perusahaan? Apakah alokasi anggaran yang disusun telah sesuai dengan prioritas program dan apakah “cost’ anggaran masing-masing prioritas program tersebut besarannya kompetitif. Namun pada kenyataannya, dewan Komisaris cenderung mengedepankan pembahasan yang bersifat operasional dibandingkan yang bersifat strategis untuk memonitor sistim anggaran agar supaya menjadi anggaran yang kompetitif. Fakta yang ada sekarang formalitas pelaksanaan dan monitoring sistim anggaran lebih menonjol dibandingkan dengan substansi anggaran itu sendiri (form over substance).

Untuk mengatasi kendala-kendala sistim anggaran tersebut diatas Perusahaan harus menguatkan mekanisme governance yang ada melalui penyempurnaan Peraturan dan kebijakan Perusahaan yang berlaku dan mengeluarkan beberapa Kebijakan Governance untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas atas sistim anggaran yang handal. Pemberdayaan dan penguatan fungsi internal control adalah merupakan aksi nyata yang harus diambil Perusahaan sebagai prasyarat penegakkan good governance. Budaya disiplin atas konformiti terhadap semua peraturan perundang-undangan yang berlaku juga harus menjadi sebuah kebutuhan sehingga terjadi transformasi dari ‘form over substance’ menjadi ‘substance over form’.

Governance dan Pengendalian Internal
Pertanyaan paling umum yang muncul di dalam praktik adalah; apa manfaat yang dapat terlihat (tangible benefits) dari penerapan corporate governance di sebuah perusahaan? Apakah dengan diterapkannya konsepsi corporate governance secara “baik” akan dapat meningkatkan laba atau minimal meningkat kinerja keuangan perusahaan. Jika esensi dari governance adalah; untuk meyakinkan seluruh pihak yang berkepentingan bahwa aktivitas organisasi dijalankan secara profesional serta “bebas” dari berbagai konflik kepentingan, maka seharusnya kinerja perusahaan meningkat, minimal kinerja keuangan. Lebih lanjut jika governance memberikan penekanan pada unsur pengendalian atas pihak yang membuat keputusan di dalam sebuah organisasi; apakah penerapan governance juga diharapkan dapat mengurangi terjadinya penyalahgunaan wewenang (kekuasaan)?

Disamping sebagai seorang akademisi, penulis juga berprofesi sebagai seorang konsultan dimana penulis pernah mendapat sebuah pertanyaan aplikatif yang mengarah pada esensi pertanyaan di atas. Salah satu Perusahaan perbankan yang telah go-public di Indonesia telah mendapatkan peringkat (rating) sebagai perusahaan yang telah menerapkan governance secara baik oleh sebuah lembaga pemeringkat. Namun demikian, beberapa waktu kemudian diperoleh berita bahwa perusahaan tersebut “telah dibobol” oleh sindikat yang juga melibatkan “orang dalam” dengan jumlah uang yang fantastis. Pertanyaan yang muncul adalah; bukankah Perusahaan dimaksud telah dianggap memiliki dan menerapkan governance secara baik? Kenapa masih terjadi penyelewengan pada korporasi tersebut?

Dalam kaitan ini perlu dipisahkan antara isu corporate governance dan pengendalian internal. Isu corporate governance lebih menekankan pada hubungan berbagai pihak pada pengendalian di tingkatan “stratejik” atau di level korporasi, sementara isu pengendalian internal lebih menitik beratkan pada upaya pengendalian di tingkat operasional. Dengan demikian, walaupun fungsi keduanya berbeda dalam tingkatan, keduanya mempunyai hubungan yang erat. Dalam kaitan ini Root (1998, p. 8) menyatakan bahwa sudah saatnya konsepsi pengendalian internal disatukan (merge) dengan tujuan dari corporate governance sehingga pada akhirnya akan menghilangkan keraguan terhadap fungsi masing-masing dalam kerangka pengendalian korporasi.

Di dalam konsepsi governance Board of Directors (dalam pola Anglo-Saxon) mempunyai peranan yang krusial dalam penerapannya atau yang dikenal dengan mekanisme board governance. Sementara itu di dalam pengendalian internal, peranan Chief Executive Officers (manajemen) merupakan pihak yang memegang peranan kunci di dalam melakukan tugasnya (internal control oversight) yang diharapkan dapat memberikan nilai tambahan terbaik (add the best value) untuk korporasi. Namun demikian menurut Root (1998) dalam melaksanakan fungsi oversight dimaksud pihak manajemen harus mempunyai sikap (attitudes), tindakan (actions) serta pertimbangan (judgments) yang sesuai dan koheren (compatible) dengan berbagai prinsip good corporate governance. Jika hal ini dilakukan diharapkan kedua konsepsi (governance dan pengendalian internal) dapat berjalan beriringan dan memberikan sinergi di dalam pelaksanaan aktivitas korporasi, baik operasional maupun stratejik, di dalam mencapai tujuan perusahaan secara lebih efektif.

Namun demikian mengharapkan manajemen untuk melakukan hal di atas relatif tidak mudah karena posisi mereka dalam korporasi sarat dengan potensi munculnya konflik kepentingan. Untuk itu dari sudut governance, secara simultan “harapan” ini juga harus dilakukan pada tingkatan board (supervisory board – dewan pengawas) agar dapat menghasilkan esensi pengendalian yang efektif . Dalam kaitan inilah sebenarnya diperlukan adanya komite audit (audit committee) sebagai elemen penting di dalam suatu kerangka board governance. Komite audit, seperti halnya berbagai bentuk komite lainnya yang dikenal dalam governance , merupakan “perangkat” kerja board governance sebagai organ penting di dalam sebuah korporasi. Dalam kaitan fungsi komite audit inilah dianggap fungsi governance dan pengendalian internal dapat dilihat hubungannya lugas.

Sesuai dengan cakupan tugas dan tanggung jawabnya, komite audit dipimpin oleh komisaris independen yang merangkap sebagai ketua komite audit. Di dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, anggota komite ini dapat berasal dari pihak yang berada di luar struktur perusahaan (misalnya profesional dan akademisi yang memiliki latar belakang audit) yang mempunyai kualifikasi serta bebas dari hubungan konflik dengan berbagai organ perusahaan lainnya (independen).

Komite audit berperan penting dalam proses pelaporan keuangan, sebagai sebuah “financial monitor” dan berperan penting dalam proses laporan keuangan (Abott, Parker, dan Peters, 2004). Komite audit akan berhubungan dengan pengendalian keuangan perusahaan, termasuk melakukan telaah (review) terhadap kehandalan pengendalian internal yang dimiliki perusahaan serta kepatuhan (compliance) terhadap berbagai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Komite audit juga berfungsi untuk melakukan seleksi penunjukkan kantor akuntan publik dan melakukan evaluasi atas kinerja kantor akuntan publik yang ada. Cakupan tugas komite audit dengan melakukan “hubungan” tidak saja dengan internal auditor perusahaan tetapi juga dengan auditor eksternal dalam upaya menghasilkan laporan keuangan perusahaan yang dapat mencermin tingkat “good governance” (Abott, Parker dan Peters, 2004; Raghunandan dan Rama, 2003; dan Asbaugh dan Warfield, 2003).

Abott, Parker dan Peters (2004) menyatakan bahwa komite audit berperan penting dalam menilai efektifitas kinerja fungsi internal audit dan eksternal audit. Hal ini konsisten dengan pernyataan Raghunandan dan Rama (2003) yang menyatakan bahwa komite audit memainkan peran kunci dalam proses pelaporan keuangan dengan “overseeing and monitoring management” dan juga keterlibatannya dengan eksternal auditor dalam proses pelaporan keuangan.

Uraian di atas mengindikasikan bahwa tingkatan mekanisme governance (strategic level) dan pengendalian internal (operational level) adalah berbeda. Namun demikian fungsi keduanya dapat “diselaraskan” di dalam rangka mempromosikan (enhancing) praktik governance agar menjadi lebih baik melalui upaya kompatibilitas fungsi keduanya. Diharapkan melalui proses ini keduanya akan bersinergi di dalam efektifitas pencapaian tujuan korporasi.

Tantangan Profesi Internal Auditor: Road Map for Governance Policy
Period 2007-2030

Perkembangan implementasi CG diawali dengan adanya komitmen pemerintah untuk menerapkan prinsip GCG diikuti dengan pembentukan Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKG). Hal tersebut dilakukan pada saat Republik Indonesia menghadapi krisis ekonomi yang melemahkan sendi-sendi perekonomian negara. Melalui adopsi prinsip GCG tersebut diharapkan kegiatan perekonomian Nasional dapat segera pulih dan mampu berakselerasi lebih cepat, karena salah satu penyebab rentannya NKRI dalam menghadapi krisis adalah lemahnya penerapan GCG (ADB, 2000). Namun demikian, pada awal periode adaptasi prinsip CG tersebut di awal tahun 1997 tingkat awareness dari masayarakat atau pelaku bisnis belum sampai pada tahapan substantif. Dengan kata lain praktek-praktek governance yang berjalan masih bersifat sebagai sebuah kewajiban ketimbang kebutuhan..... form over substance.

Sebagaimana terlihat dalam gambar 1, Di dalam perjalanan penerapan prinsip CG hingga satu dekade berikutnya, fase penerapan CG di Indonesia masih berada dalam tahap introduksi dan berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan pemahaman dan kepedulian (awareness) terhadap berbagai aspek CG. Dalam periode ini, peranan pemerintah terlihat masih sangat dominan, sementara para pelaku bisnis, terutama non-multinational companies masih belum sepenuh hati di dalam menerapkan CG. Hal ini diduga disebabkan oleh karena belum terdapat bukti dan manfaat nyata (tangible) dari penerapan CG yang dilakukan. Namun demikian, dengan semakin gencarnya pemerintah untuk mendorong penerapan CG, terutama setelah mewajibkan perusahaan Publik dan BUMN sebagai lokomotif pengembangannya, maka telah dapat diamati terjadinya peningkatan yang signifikan dari implementasi CG. Minimal hal ini tergambar dari semakin banyaknya (kuantitas) perusahaan dan organsiasi lainnya yang mengadopsi CG.

Dari sudut pemerintah dan berbagai pihak, perkembangan penerapan CG dalam dekade pertama ini, juga ditandai dengan berbagai perubahan yang cukup signifikan sebagai “daya ungkit” (leverage) dalam upaya implementasi CG secara substantif. Disamping berbagai peraturan yang mewajibkan perusahaan untuk mengadopsi praktik CG (seperti untuk BUMN, perusahaan yang Go-publik, institusi perbankan), maka telah dilakukan perbaikan terhadap lembaga KNKCG. Lembaga yang awalnya menggunakan nama Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) selanjutnya berubah menjadi Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). Perubahan nama lembaga juga ini juga diikuti dengan perubahan paradigma pendekatan implementasi governance secara sistematis. Hal ini terbukti dengan memperhatikan governance untuk sektor publik (public sector governance), karena secara sistem keberadaan institusi publik berhubungan dengan institusi privat seperti perusahaan atau corporate.

Perkembangan institusi menjadi KNKG juga menandai perlunya perhatian yang berimbang antara implementasi CG di dua sektor utama tersebut; institusi korporasi yang bergerak di sektor riil dan institusi publik yang bergerak dan berhubungan dengan penyediaan infrastruktur dan kebijakan (termasuk moneter) yang akan mendorong berjalannya sektor korporasi secara lebih baik. Disamping perbaikan institusi KNKG, perkembangan lainnya yang dominan selama periode awal ini adalah dengan dikeluarkannya Pedoman CG baru (versi 2006) yang merupakan revisi dan penyempurnaan dari pedoman CG (governance code) versi tahun 2000. Namun demikian, terlepas dari perkembangan yang menggembirakan tersebut, implementasi CG di Indonesia belum mencapai tahap optimal yang diharapkan. Kurva PEM Governance pada gambar 1 di atas, memperlihatkan pasang surut implementasi CG selama periode tersebut, walaupun telah mengalami peningkatan yang berarti.

1. Tahap Introduction
Pada tahap sebelumnya (1997-2007) diasumsikan telah dilalui tahap Awareness. Pada tahapan ini “aware” (peduli) berhubungan dengan pemahaman terhadap keberadaan (apa, siapa, bagaimana, kapan dan dimana) terhadap berbagai aspek CG. Hal ini telah dilakukan melalui “sosialisasi dan komunikasi” terhadap stakeholders (internal and eksternal) dari setiap organisasi yang menerapkan governance. Dalam jangka waktu satu dekade dan diikuti dengan berbagai upanya nyata oleh berbagai pihak, maka tahapan ini dapat dianggap telah dilalui secara baik. Dengan demikian, untuk periode berikutnya (2007-2016), diharapkan fase implementasi CG di Indonesia telah dapat memasuki tahap berikutnya walaupun masih dalam kualitas penerapan masih mengacu kepada “conformity”.

2. Tahap Conformance
Pada tahap conformance di periode 2007-2016, akan dilalui tiga tahapan berikutnya yang dapat diuraikan sebagai berikut. Pertama, tahapan understanding atau memahami isu CG melebihi prinsip-prinsip dasar yang ada (TARIF), sehingga komunikasi menjadi lebih intensif karena memunculkan berbagai pertanyaan substansial tentang CG dan penerapannya. Pada penerapan ini, seharusnya para pelaku bisnis yang menerapkan CG sudah harus mempunyai kreangka pikir “beyond compliance” sehingga esensi dari CG telah dapat dipahami dengan baik. Namun demikian,pemahaman secara baik saja tidak cukup untuk mencapai penerapan kualitas CG yang lebih baik. Untuk itu diperlukan tahapan berikutnya berupa keinginan dari berbagai pihak untuk menerapkan CG secara sadar dan substansial.

Tahapan willingness to adopt berhubungan dengan pemahaman terhadap isu substantif CG, dengan pengertian bahwa CG tidak mempunyai arti jika tidak diikuti oleh keinginan (willingness) dari seluruh perangkat organisasi terkait untuk mengadopsi dan menerapkannya di dalam organisasi. Di dalam hal ini yang diperlukan adalah kesediaan untuk merubah cara berpikir (mindset) melalui change management yang terencana secara baik. Pada tahapan ini diasumsikan bahwa keinginan menerapkan perlu dilakukan untuk dapat memasuki tahapan substansial berupa komitmen untuk menerapkannya.

Pada tahapan commitment, pemahaman dan kesediaan menerima dan menerapkan prinsip governance sangat ditentukan oleh komitmen seluruh stakeholder di dalam mendukung implementasi CG (secara formal ditandai dengan penandatanganan pakta integritas, governance charter dan sebagainya). Jika dihubungkan dengan proses sekuensial penerapan CG sebelumnya, maka komitmen menerapkan ini tidak akan dapat dilakukan jika para governance stakeholders tidak peduli (aware) dengan keberadaan dan manfaat CG, tidak memahami (understanding) fungsi dan peranan serta tujuan CG yang dilanjutkan dengan adanya “niat” (willingness) untuk menerapkannya.

Upgrading posisi implementasi CG di Indonesia ke level medium diperkirakan akan terjadi pada tahiun 2012 yang diperkirakan terjadi pada tahapan “willingness to adopt”. Namun demikian hal ini hanya bisa di capai jika tahapan dan proses sebelumnya dilalui dengan baik serta memperoleh hasil optimal. Namun demikian tidak tertutup kemungkinan posisi ini baru dapat di up-grade setelah memasuki tahapan committment. Sehingga dapat disimpulkan bahwa percepatan implementasi CG dan capaian (outcomes) dari hasil implementasi tersebut sangat ditentukan oleh partisipasi dan dorongan semua pihak atau stakeholders yang terlibat di dalam sistem governance.

3. Tahap Performance and Improvement
Diperkirakan, penerapan CG mencapai tahapan yang lebih baik (good) setelah memasuki periode ke tiga (2016-2022). Hal ini hanya dapat terlaksana jika semua proses sebelumnya dilalui secara baik. Pada tahapan ini esensi penerapan CG diperkirakan sudah memasuki tahapan performance. Pada tahapan ini seluruh perangkat organisasi (sub-system) telah menerapkan CG didukung perubahan mindset yang ada, sehingga muncul slogan “from conformance to performance”.

Pada tahapan ini, dengan asumsi seluruh perangkat governance yang dibutuhkan (governance structure dan governance system/termasuk governance mechanism) telah berjalan secara baik , maka outcomes “awal” dari implementasi governance seharusnya sudah dapat dirasakan (e.g. reduce of conflict of interests, improved performance, efficient allocation of resources dll). Sesuai dengan sudut pandang bahwa governance sebagai suatu system dan berada dalam suatu system yang lebih besar (NKRI), maka pada tahapan ini juga diperlukan pemahaman dan jaminan terhadap sustainability dari implementasi CG. Hal ini hanya dapat dicapai jika organisasi bersifat “dinamis” terhadap perubahan lingkungan serta melakukan berbagai “perubahan” secara “proaktif” (bukan reaktif). Pada tahapan lebih jauh, implementasi governance seharusnya sudah menjadi “jiwa” (soul) dari setiap individu dan elemen organisasi dalam bertindak dan mengambil keputusan. Sehingga pada tahapan ini CG sudah menjadi “embedded culture” dalam setiap organisasi. Pada tahap lanjutan yang perlu dilakukan adalah upaya untuk menjaga sustainablity penerapan CG secara substansial.

4. Tahap Sustainable
Pada tahap ini, terlepas dari berbagai uraian di atas, perlu dicatat beberapa hal berikut sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari implementasi CG di Indonesia sesuai dengan format yang telah direncanakan.(1) Setiap organisasi dengan kondisi internal (walaupun berada dalam kondisi eksternal yang relatif sama dan uncontrollable) adalah berbeda, dan pada akhirnya akan memperoleh hasil penerapan CG secara berbeda pula. (2) diagnosis yang tepat terhadap kondisi organisasi serta desain system CG yang sesuai (appropriate) sangat menentukan tingkat kesuksesan implementasi CG. (3) Untuk kondisi Indonesia, tahap conformance (stage 1) telah berjalan cukup lama (1997-2007), namun belum mencapai/memasuki tahap performance (stage 2), diantaranya diduga karena tidak dapat melalui tahapan dalam stage 1 secara baik dan gradual. (4) Faktor eksternal terhadap kesuksesan implementasi CG (seperti rules and regulations, enforcement & culture) belum mendukung sepenuhnya penerapan CG di Indonesia. Dengan demikian diperlukan adanya dukungan dari seluruh elemen sub-sistem di dalam memperkuat CG sistem yang ada di dalam menjamin implementasi dan pencapaian CG outcomes.

Kesimpulan
Pada saat ini hasil penilaian atas good governance Negara Indonesia oleh Transparansi Internasional masih menunjukkan capaian dibawah angka ‘phychologis’ (4 dari skala 10). Sejak krisis ekonomi tahun 1997 sampai dengan tahun 2007 hasil penilaian good governance negara Indonesia masih berkisar angka + 2,5. Dalam kacamata Governance, masih rendahnya capaian penilaian good governance ini memberikan indikasi bahwa governance Indonesia masih dalam tahap pengenalan ‘introduction’ yaitu masih bersifat kepedulian ‘awareness. Pada tahapan ini praktek-praktek good governance masih mengejar untuk memenuhi formalitas dibandingkan substansinya (forms over substance).

Ke depan praktek-praktek good governance atas sistim anggaran sudah harus ditambah dengan spirit pemahaman ‘understanding’, keinginan ‘willingness’, dan komitmen ‘commitment’. Hijrah dari forms over substance menuju substance over forms membutuhkan penyempurnaan mekanisme governance dengan aura ketiga spirit tersebut. Mengedepankan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam mekanisme governancenya, Insya Allah dalam waktu 5 (lima) tahun ke depan Negara Indonesia sudah bisa melewati angka phychologis nilai 4.

Tantangan Fungsi Internal Auditor ke depan adalah bagaimana menilai praktek-praktek CG untuk mendapatkan update mekanisme governance yang ada sehingga selalu terjadi continous and feedback control dalam upaya selalu menciptakan better performance dan better competition. Untuk itu profesi internal auditor harus selalu mengedepankan capaian parameter governance yang handal (credible score for 4C). Read More..

Jumat, 16 Oktober 2009

Iran akan Ledakan "Jantung" Israel Jika Diserang


Jumat, 9 Oktober 2009 15:41 WIB

Teheran (ANTARA News/Reuters) - Iran akan meledakkan "jantung" Israel jika negara yahudi itu atau Amerika Serikat menyerang Republik Islam tersebut, menurut pejabat Garda Revolusi dalam sebuah komentar yang dikeluarkan Jumat.

"Bahkan jika satu misil Amerika atau Zionis menyerang negara
kami, sebelum abu-abu itu hilang, misil Iran akan meledakkan jantung Israel," kata kantor berita IRNA mengutip perkataan Mojtaba Zoinour.

Dia adalah wakil perwakilan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei di pasukan elit Garda. Pejabat Iran di masa lalu juga mengatakan bahwa Teheran akan membalas jika Israel atau Amerika Serikat menyerangnya. Read More..

Soekarno Minta "Terang Bulan" Diserahkan ke Malaysia


Rabu, 2 September 2009 20:26 WIB
Solo (ANTARA News) - Ahli waris pencipta lagu "Terang Bulan", Aden Bahri, mengungkapkan, Presiden Soekarno meminta ayahnya, Saiful Bahri, untuk menyerahkan lagu "Terang Bulan" kepada Malaysia.

"Mantan Presiden Soekarno meminta penyerahan lagu itu pada awal 1960-an," kata Aden Bahri di Solo, Jateng, Rabu.

Hal tersebut, lanjutnya, dikuatkan berdasarkan keterangan salah seorang saksi kejadian tersebut yang juga merupakan teman satu grup ayahnya di Orkes Studio Djakarta, Soebroto.

"Pak Broto yang berada di lokasi kejadian saat itu mengakui hal yang sama," katanya.

Mengenai tuntutan pihak keluarga Saiful Bahri, dia mengatakan, pihak keluarga meminta Pemerintah Indonesia untuk membantu keluarga dalam melindungi lagu "Terang Bulan", yang juga menjadi salah satu aset budaya Indonesia.

"Pemerintah harus lebih tegas dan bersikap lebih keras dalam melindungi seluruh aset budaya Indonesia, termasuk lagu yang diciptakan ayah saya," kata Aden Bahri yang sekarang tinggal di Jakarta.

Sementara itu, mantan anggota Orkes Studio Djakarta, Soebroto mengatakan, mantan Presiden Soekarno meminta Saiful Bahri untuk menyerahkan lagu "Terang Bulan" antara 1961 hingga 1962, "Seingat saya saat itu adalah perayaan HUT Republik Indonesia,".

Dia mengatakan, kalimat yang diucapkan Soekarno ketika itu, "Ful, kasih saja lagu itu ke Malaysia. Mereka belum punya lagu kebangsaan,".

"Saat itu yang menjadi saksi tidak hanya saya, tetapi banyak. Dr. Johannes Leimena menjadi saksi yang masih saya ingat," katanya.

Akan tetapi, lanjutnya, dia sudah tidak ingat siapa lagi yang menjadi saksi kejadian tersebut.

"Yang jelas, pesan Soekarno sangat jelas terdengar karena saya hanya berjarak sepuluh meter dari pembicaraan antara Soekarno dan Saiful Bahri," kata Soebroto.

Pernyataan yang disampaikan Soebroto tersebut saat ini belum dapat dibuktikan kebenarannya dan dihadapkan dengan catatan sejarah yang menunjukkan bahwa kemerdekaan Malaysia terjadi pada 31 Agustus 1957.

Menanggapi pengakuan tersebut, Kepala Lokananta, Ruktiningsih mengatakan, perusahaan rekaman Lokananta menyerahkan rekaman lagu "Terang Bulan" yang sudah digandakan.

"Kami berharap rekaman lagu tersebut dapat dipergunakan oleh Aden untuk mengurus hak-haknya sesuai dengan pengakuannya sebagai ahli waris pencipta lagu tersebut," katanya.

Dia mengatakan, hingga saat ini Lokananta yang menjadi perusahaan yang merekam dan menggandakan lagu "Terang Bulan" tidak memiliki catatan mengenai pencipta lagu tersebut.

"Jika pengakuan pihak ahli waris terbukti, kami akan mencatat nama Saiful Bahri ke dalam data pencipta lagu yang ada di perusahaan ini," kata Ruktiningsih.(*) Read More..

Sony Tarik Kembali 438.000 Laptop Vaio


Heni BeritaNET.com, 08 September, 2008 03:58:44

Sony Corp. telah mengalami kerugian lebih dari 4 persen dalam tiga tahun terkahir setelah perusahaan pembuat elektronik terbesar tersebut mengumumkan penarikan kembali secara besar-besaran sekitar 438.000 computer portable Vaio. Hal tersebut dikarenakan computer Vaio memiliki kemungkinan menimbulkan adanya overheating atau panas berlebihan, yang mungkin dapat membunuh user pemilik computer Vaio.

Sony sepertinya cukup berlapang dada dengan jumlah besar retur computer laptop tersebut, sebagai hasil tindakan dari akibat yang membahayakan user, yakni computer Vaio dapat membakar user. Dell Inc., Apple Inc, dan pembuat PC top telah melakukan retur juga untuk baterai Sony pada tahun 2006 di Jepang dan meninbulkan kerugian sebesar 51 triliun yen atau USD 481.5 juta untuk Sony.

Sony mengungkapkan bahwa akibat dari adanya retur besar-besaran ini secara langsung akan mencoreng reputasi dari Sony dengan predikat perusahaan terbesar pembuat elektronik, karena hal tersebut merupakan salah satu bisnis Sony yang utama. Menghadapi masalah ini, Sony agak terlambat merespon kecacatan dari produknya.

Mitsushige Akino, manager keuangan dari Ichiyoshi Investment Management, mengatakan bahwa penarikan kembali produk Vaio Sony tersebut dapat merusak brand Sony jika Sony benar-benar menemukan kelemahan dari brand produknya sendiri, yang telah dirilis secara luas. Sony mengungkapkan, permasalahan pada Vaio, sebuah laptop yang telah diproduksi antara Mei 2007 dan Juli 2008, adalah berkaitan dengan posisi kabel yang berada di dekat engesl laptop, sehingga hal ini dapat menyebabkan arus listrik dalam sirkuit yang pendek dan kemudian overheating atau menimbulkan panas yang berlebih.

Sebelum mengalami masalah ini, Sony sebenarnya telah menjadikan PC laptop Vaio ini dalam tujuh pilar kebanggannya, dan Sony memperkirakan akan memperluas jaringannya hingga mencapai keuntungan USD 9.4 triliun hingga akhir Maret 2011. Namun, sepertnya impian Sony kini telah hilang sudah, sejak adanya masalah kabel Vaio pada bulan Agustus 2007 lalu. (h_n)


Read More..

Rabu, 14 Oktober 2009

Pemberian Parcel kepada Akuntan Publik

Sebuah parcel dalam hari raya merupakan sesuatu yang cukup special. Pemberian parcel pada umumnya merupakan suatu bentuk appreciate kepada seseorang yang kita kenal. Namun apakah pemberian parcel dari klien pada akuntan publik merupakan sesuatu yang dianggap lumrah juga..?

Sebagai klien, kita memang mempunyai hak untuk memberikan appreciate kepada akuntan publik yang sedang memeriksa perusahaan kita. Bentuk appreciate tersebut tidaklah ada batasannya, dalam artian sekalipun kita mengungkapkannya dalam bentuk pemberian sebuah parcel, itu sah-sah saja selagi maksud dan tujuan kita baik. Namun, tidak dapat dipungkiri, banyak masyarakat yang menilai negatif tentang pemberian parcel ini.

Persepsi orang memanglah tidak akan sama karena setiap kepala memiliki pandangan yang berbeda-beda. Tapi ada baiknya dari sisi sang akuntan itu sendiri hendaklah mengambil tindakan yang bijaksana. Sebagai seorang manusia yang mempunyai hati dan perasaan, sekaligus sebagai seorang auditor yang seringkali memeriksa serta memberikan penilaian tentang suatu kewajaran perusahaan, pastilah kita dapat pula merasakan dan menilai apakah pemberian parcel tersebut didasari oleh rasa ketulusan ataukah dengan maksud-maksud tertentu. Jika kita merasakan bahwa pemberian tersebut tulus, maka tidak ada salahnya kita menerima pemberian (parcel) tersebut, tentunya menerima dengan tulus pula sembari mengucapkan terima kasih. Apalagi bila parcel tersebut diberikan klien pada saat hari raya. Akan sangatlah salah apabila kita menolaknya karena pemberian tersebut merupakan bentuk appreciate mereka (klien) terhadap kita dalam moment hari raya.

Sebaliknya apabila kita merasakan bahwa ada suatu ketidakwajaran atau maksud-maksud tertentu dari pemberian tersebut, janganlah pernah sekalipun ragu untuk menolaknya. Apalagi kalau sampai klien meminta untuk berkompromi saat pemberian parcel tersebut. NO! Jika hal tersebut sampai terjadi, janganlah pernah menghabiskan waktu sedetikpun untuk berpikir panjang untuk menolaknya. Janganlah pernah butakan mata hati hanya dengan sebuah bingkisan karena kita paham dan sadar betul bahwa hal tersebut salah, baik dinilai dari segi sosial, agama, maupun kode etik kita sebagai seorang akuntan.

Tapi sekali lagi, sebagai seorang individu yang mengenyam pendidikan dan mempunyai etika, tentunya kitaTapi sekali lagi, sebagai seorang individu yang mengenyam pendidikan dan mempunyai etika, tentunya kita tidak lantas berkata kasar atau mengusir sang klien saat kita hendak menolak pemberian mereka. Berkatalah yang tegas tetapi tetap sopan saat kita menolak pemberian (parcel) tersebut karena walau bagaimanapun kita harus tetap menjalin hubungan yang baik sesama manusia.
Read More..

Menkeu bekukan izin usaha 8 Kantor Akuntan Publik

JAKARTA – Menteri Keuangan RI menetapkan sanksi pembekuan atas izin usaha 8 Akuntan Publik (AP) dan Kantor Akuntan Publik (KAP) – berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008.

Sebagian dari mereka terkena sanksi karena belum mematuhi Standar Auditing (SA) – Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Demikian siaran pers Departemen Keuangan seperti dikutip dari INILAH.COM.

Ke 8 KAP yang dibekukan tersebut, yakni AP Drs. Basyiruddin Nur dinyatakan belum memenuhi standar atas laporan keuangan konsolidasi PT Datascrip dan anak perusahaannya di tahun buku 2007. Kemudian AP Drs. Hans Burhanuddin Makarao dibekukan selama 3 bulan lantaran yang dibekukan belum memenuhi Standar Auditing (SA), Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) atas laporan keuangan klien mereka. Ia yang menangani laporan keuangan PT Samcon di tahun buku 2008. Laporan kedua AP ini dinilai Depkau berpotensi mempengaruhi laporan auditor independen.

Selain itu adalah AP Drs. Dadi Muchidin, KAP Drs. Dadi Muchidin, KAP Matias Zakaria, KAP Drs.Soejono, KAP Drs. Abdul Azis B, dan KAP Drs. M. Isjwara. Sebab lain yang menjadikan beberapa AP dan KAP dicabut izinnya oleh Menkeu adalah tidak menyampaikan laporan tahunan KAP tahun takwin. Ini terjadi pada KAP Drs. Dadi Muchidin, yang tidak menyampaikan laporan tahunan KAP tahun takwin 2008.

Alasan serupa juga terjadi pada KAP Matias Zakaria yang tidak menyampaikan laporan tahunan KAP tahun takwin 2007 dan 2008. Tidak melapornya KAP atas tahun takwin, dengan jangka waktu yang lebih lama, terjadi pada KAP Drs. Soejono, yaitu sejak 2005-2008.

KAP lain yang terkena saksi karena tidak menyampaikan laporan tahunan KAP tahun takwin adalah KAP Drs. Abdul Azis B., KAP Drs. M. Isjwara, dan KAP Drs. M. Isjwara. Para KAP ini dicabut izin pembekuan selama 3 bulan, setelah sebelumnya dikenakan peringatan sebanyak 3 kali dalam jangka waktu 48 bulan terakhir dan sampai saat ini. KBC/INILAH.COM


Read More..

10 Peristiwa Penting Pemberantasan Korupsi

1. Akbar Tandjung Bebas


Tahun 2004 dibuka dengan tamparan bagi agenda pemberantasan korupsi. 12 Februari 2004, putusan kasasi Mahkamah Agung membebaskan Akbar Tandjung, terdakwa korupsi dana Bulog Rp40 miliar. Putusan MA tidak bulat karena ada dissenting opinion dari anggota majelis hakim agung, Abdul Rahman Saleh.


Sebelumnya, dalam putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, Ketua DPR 1999-2004 itu dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Hal diatas, ditambah berbagai kejanggalan yang terjadi dalam persidangan dan seputar kasus itu tak pelak membuat putusan kasasi MA ini menuai kontroversi.


2. Pengadilan khusus korupsi


2004 adalah tahun kelahiran pengadilan korupsi. Pengadilan ‘khusus’ yang bersubordinasi dibawah pengadilan negeri ini akan menjadi tumpuan terakhir untuk menghukum para koruptor dan memberantas korupsi. Untuk melengkapi keberadaan pengadilan tersebut, sejumlah infrastruktur dan SDM disiapkan oleh berbagai pihak.


Mahkamah Agung melakukan berbagai uji kepatutan dan kelayakan untuk memilih hakim pengadilan korupsi. Hasilnya, terpilih sembilan hakim ad hoc dan enam hakim karir pengadilan khusus korupsi. Dari nama-nama hakim yang terpilih, sejumlah pihak meragukan kualitas dan integritas mereka. Tapi, siapa tahu kualitas dan integritas mereka akan terbukti sejalan dengan mulainya pengadilan menyidangkan perkara-perkara korupsi.


3. Perkara Abdullah Puteh


Nasib Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Abdullah Puteh memang sebuah ironi. Di kala ‘negeri’nya diluluhlantakkan gelombang tsunami, ia justru duduk sebagai terdakwa korupsi. Puteh harus mempertanggungjawabkan pembelian dua buah helikopter MI-2 senilai Rp12 miliar di hadapan pengadilan korupsi. Persidangan perkara Puteh 27 Desember 2004 adalah perkara perdana yang disidang di pengadilan khusus korupsi.


Sebelum akhirnya disidangkan, Puteh sempat melakukan berbagai upaya hukum. Diantaranya dengan mengajukan praperadilan, rencana menggugat ke PTUN, sampai pengajuan permohonan judicial review terhadap UU No.30/2002 tentang Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Bram Manoppo--Presdir PT Putra Pobiagan Mandiri-- yang diperiksa KPK dalam perkara yang sama.


4. Inpres Percepatan Pemberantasan Korupsi


Langkah konkret Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memerangi korupsi baru terlihat sebatas menandatangani Inpres No.5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Langkah ini menambah serangkaian perangkat perundang-undangan yang bertema pemberantasan korupsi. Penandatanganan Inpres tersebut bertepatan dengan hari anti korupsi sedunia 9 Desember lalu dan pencanangan Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi oleh pemerintah.


5. SP3 Kasus Korupsi akan Dikaji Ulang


Sejak Abdul Rahman Saleh ditunjuk sebagai Jaksa Agung Kabinet Indonesia Bersatu, ‘obral’ Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) mungkin tidak akan terjadi lagi. Tak lama setelah berkantor di Gedung Bundar, Abdul Rahman mengisyaratkan akan meninjau kembali sejumlah SP3 yang dikeluarkan sebelum ini. Yang pasti, pemberian SP3 kasus korupsi BLBI yang melibatkan Sjamsul Nursalim dan kasus korupsi Technical Assistance Contract (TAC) Ginandjar Kartasasmita akan dikaji ulang.


6. Pemindahan koruptor ke Nusakambangan


Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin membuat gebrakan dengan memindahkan narapidana kasus korupsi ke Nusakambangan. Mereka yang dipindahkan adalah terpidana yang dijatuhi vonis lebih dari 10 tahun. Saat ini sudah ada delapan narapidana kasus korupsi yang mendekam di LP Batu, LP Kembang Kuning dan LP Permisan, di Nusakambangan, Cilacap. Nama-nama narapidana yang sudah di- Nusakambang-kan adalah Pande Lubis, Lintong Siringoringo, Dedi Abdul Kadir, Pratomo, Duriani, Syaiful Bahri Ismail, Iwan Zulkarnaen dan Asriadi.


7. 43 Anggota DPRD Sumatera Barat Divonis Dua Tahun


Pertengahan 2004, tiga pimpinan dan 40 orang anggota DPRD Sumatera Barat divonis bersalah akibat menyelewengkan dana APBD tahun 2002. Ke-43 terpidana tersebut juga dikait-kaitkan dengan 807 tiket fiktif yang berbau praktik korupsi. Kasus korupsi senilai Rp.10,4 miliar tersebut mengakibatkan tiga pimpinan DPRD dihukum 2 tahun 3 bulan penjara. Sementara untuk anggota DPRD divonis dua tahun. Mereka juga didenda Rp.100 juta subsider dua tahun kurungan.


Keberanian majelis hakim yang diketuai Bustamui Nusyirwan dalam menjatuhkan vonis terhadap 43 anggota DPRD Sumbar merupakan angin segar dalam pemberantasan korupsi. Kini, kelanjutan kasus ini sedang berada di tingkat banding.


8. Terkuaknya korupsi pejabat di daerah


Satu demi satu, dugaan korupsi pejabat daerah mulai terkuak. Menyusul Gubernur NAD Abdullah Puteh yang berstatus terdakwa korupsi, Gubernur Banten Djoko Munandar, Gubernur Sumatera Barat Zainal Bakar, dan Gubernur Nusa Tenggara Barat Lalu Serinata, kini tengah diperiksa atas dugaan korupsi. Tak ketinggalan, sekarang giliran para bupati yang menjadi bawahan gubernur diperksa untuk hal yang sama. Tercatat Bupati Muna, Ketapang, Banyuwangi, Sukabumi, Blitar, Karawang, Klaten, Nias, Tobasa, Berau, tengah menjalani pemeriksaan dugaan korupsi. Kebanyakan, para bupati itu terlibat dugaan penyalahgunaan dana APBD. Untunglah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terbilang cepat dalam merespon persoalan ini dengan memberikan surat izin pemeriksaan terhadap para bupati dan gubernur. Tinggal menunggu, apakah sederet tersangka korupsi ini akan disidangkan pada 2005?


9. Gratifikasi dan Parsel


Niat baik KPK untuk melarang pejabat menerima parsel pada hari raya--yang tergolong gratifikasi--malah menuai kontroversi. Langkah KPK tersebut mendapat protes dari pengusaha parsel yang menganggap larangan KPK sama artinya mematikan periuk nasi mereka. Untuk pelaporan gratifikasi yang diatur dalam UU No.30/2002, sepanjang 2004 KPK hanya menerima laporan dari satu orang pejabat. Gubernur Kalimantan Tengah Aswani Gani melaporkan ke KPK hadiah ulang tahun senilai Rp20 juta. Tapi, karena KPK belum memiliki standar yang jelas tentang pengembalian gratifikasi, akhirnya uang itu diputuskan untuk dikembalikan ke tangan sang gubernur. Tidak jelas, apakah benar hanya satu—dari ratusan pejabat di Indonesia--yang menerima gratifikasi? Ataukah mereka tidak peduli pada ancaman pidana dalam UU No.30/2002.


10. Indonesia Negara Terkorup ke-5


Di tahun 2004, peringkat Indonesia naik satu tingkat sebagai negara terkorup ke -5 dari 146 negara. Di tahun sebelumnya, dalam survei Transparency Indonesia ini, Indonesia menduduki posisi ke-6. Sebenarnya, nilai indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia mengalami sedikit peningkatan dibanding tiga tahun terakhir. Tapi, nilai tersebut tidak signifikan jika dibandingkan dengan nilai negara-negara lain yang berhasil menaikkan IPK-nya dalam memberantas korupsi. Karena itulah, posisi Indonesia hanya terdongkrak satu peringkat.

Read More..